Selasa, 11 Oktober 2011

struktur sosial sebagai konsep

Pengertian struktur sosial sebagai konsep adalah kerangka hubungan antar posisi didalam masyarakat yang mana hubungan tersebut sudah dibakukan. Struktur sosial dapat dilihat melalui pola perilaku antar individu atau antar kelompok dalam masyarakat yang berlaku secara berulang. Elemen-elemen struktur sosial yaitu ada hubungan baik antar individu maupun antar kelompok, ada prinsip-prinsip umum, posisi/status dan sifat. Dalam kehidupan masyarakat, struktur sosial memiliki pokok-pokok yaitu pola perilaku, simbol-simbol yang digunakan, sistem sosial yang digunakan dan wujud fakta empiris.

Hubungan antar posisi yang ada dalam masyarakat tersebut sudah berlaku sejak lama dan sudah menjadi sesuatu yang dianggap oleh masyarakat sebagai prinsip-prinsip umum. Sehingga individu ataupun kelompok yang tidak berperilaku sesuai dengan prinsip itu dianggap tidak lazim, tidak seperti aturan yang lebih bersifat memaksa, prinsip ini tidak memberi sanksi pada orang yang melanggarnya seperti aturan. Prinsip-prinsip umum ini terpengaruh oleh status dan posisi seseorang dalam suatu kelompok, sehingga perilaku orang tersebut diatur sesuai dengan posisi dan status orang tersebut berada. Konsep struktur sosial dapat dilihat pada cara perilaku dua orang atau kelompok yang berbeda status, misalnya dikeraton, cara abdi dalem bersikap kepada raja atau golongan yang lebih tinggi, abdi dalem tersebut menggunakan unggah-ungguh dalam berbicara maupun bersikap. Hal lainnya dalam cara berpakaian dan gelar yang diberikan, ada juga simbol-simbol tertentu yang dipakai guna menunjukan posisi orang tersebut. Dengan demikian struktur sosial tergantung pada hieraki tempat posisi atau status seseorang berada, sehingga struktur sosial menjelaskan hubungan yang berbentuk vertikal bukannya horizontal. Artinya struktur sosial menjelaskan hubungan antara orang yang berada pada posisi/status yang berbeda

Masyarakat Majemuk Indonesia

Indonesia yang merupakan Negara kepulauan dengan kebudayaan yang beragam. Struktur masyarakat Indonesia ditandai dua ciri yang bersifat unik. Secara horizontal, ditandai kenyataan adanya kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, adat serta kedaerahan. Sedangkan secara vertical struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertical antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Perbedaan-perbedaan yang ada sering disebut sebagai cirri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk. Masyarakat Indonesia menurut Furnivall adalah suatu masyarakat majemuk (plural society), yakni suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa adanya pembauran satu sama lain didalam suatu kesatuan politik. Dalam masyarakat majemuk terdapat sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya sehingga anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan atau kurang memahami satu sama lain. Masyarakat majemuk secara structural memiliki sub-sub kebudayaan yang bersifat diverse, ditandai dengan kurang berkembangnya sistem nilai yang disepakati, sering terjadi konflik-konflik sosial.
Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Indonesia yang pluralistis diantaranya adalah keadaan geografis, letak Indonesia diantara Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia dan perbedaan iklim dan struktur tanah.
Piere L Van de Berghe menyebutkan sifat-sifat dasar dari masyarakat majemuk, sebagai berikut :
1. Terjadinya segmentasi kedalam kelompok-kelompok.
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi dalam lembaga yang bersifat non komplementer.
3. Kurang mengwmbangkan consensus.
4. Sering terjadi konflik-konflik.
5. Integrasi sosial tumbuh karena paksaan (coercion).
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain.
Van de Berghe menganggap masyarakat majemuk tidak dapat digolongkan kedalam salah satu jenis masyarakat menurut model analisis Emile Durkheim.

Pendekatan fungsional struktural
Suatu pendekatan yang menganggap bahwa masyarakat pada dasarnya terintegrasi diatas dasar kesepakatan para anggotanya terhadap nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. Pendekatan structural fungsional yang dikembangkan oleh Talcot Parsons dapat dikaji sebagai berikut :
1. Masyarakat dilihat sebagai suatu sistem
2. Hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut adalah beersifat ganda dan timbal balik
3. Sistem sosial cenderung bergerak kea rah equilibrium yang bersifat dinamis
4. Disfungsi, ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi akan teratasi melalui penyesuaian-penyesuaian dan institusionalisasi.
5. Perubahan-perubahan sosial yang terjadi pada umumnya terjadi secara gradual
6. Perubahan sosial yang terjadi melalui : penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial terhadap perubahan yang dating dari luar (extra systemic change), pertumbuhan melalui proses diferensiasi structural dan fungsional dan penemuan-penemuan baru oleh anggota-anggota masyarakat.
7. Daya pengintegrasi suatu sistem sosial adalah konsensus diantara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu.
Pendekatan fungsionalisme struktural terlalu menekankan anggapan-anggapam dasarnya pada peranan unsur-unsur normatif dari tingkah laku, khususnya pada proses-proses dengan hasrat-hasrat perseorangan diatur secara normatif untuk menjamin terjadinya stabilitas sosial.

Pendekatan konflik
Anggapan-anggapan dasar pendekatan konflik sebagai berikut:
1. Setiap masyarakat berada dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir.
2. Setiap masyarakat mengandung konfik-konflik didalam dirinya.
3. Setiap unsur dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disentegrasi dan perubahan-perubahan sosial.
4. Setiap masyarakat terintegrasi diatas penguasa atau dominasi oleh sejumlah orang atas sejumlah orang-orang lainnya.
Suatu sistem sosial seringkali mampu melakukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar, tetapi suatu sitem sosial dapat juga menolak perubahan tersebut baik dengan cara tetap memelihara status quo atau dengan cara melakukan perubahan yang reaksioner. Keadaan ini dapat mengakibatkan disfungsional, hal yang mengakibatkan ketegangan sosial. Apabila faktor dari luar cukup kuat mempengaruhi bagian-bagian tersebut diatas tanpa diikuti oleh penyesuaian-penyesuaian dari bagian yang lain maka disfungsi dan ketegangan tersebut akan berkembang secara kumulatif dan terjadinya perubahan sisial yang bersifat revolusioner.
Menurut penganut pendekatan konflik, perubahan sosial tidak saja dipandang sebagai gejala yang melekat dalam kehidupan masyarakat tetapi malah dianggap bersumber di dalam faktor-faktor yang ada dalam masyarakat itu sendiri.

Kesimpulan :
Integrasi Masyarakat Indonesia Yang Majemuk
Masyarakat Indonesia yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama dan kebudayaan telah mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia bersifat majemuk. Perbedaaan-perbedaan yang ada merupakan kekayaan nasional yang semakin memperkaya kebudayaan Indonesia. Disamping itu strukur masyaraat Indonesia yang plural juga menimbulkan persoalan tentang bagaimana masyarakat Indonesia dapat terintegrasi secara nasional.
Menurut penganut pandangan fungsionalisme struktural bahwa untuk mengintegrasikan masyakat yang majemuk dibutuhkan faktor yang disepakati bersama atau consensus nasional. Sedangkan Parsons mengemukakan bahwa kelangsungan hidup masyarakat Indonesia tidak hanya menuntut pada konsensus masyarakat Indonesia tersebut harus benar-benar dihayati melalui proses sosialisasi. Masyarakat Indonesia sepakat bahwa secara yuridis formal, Pancasila sebagai dasar falsafah Negara merupakan salah satu konsensus yang disepakati. Selanjutnya masyarakat Indonesia setuju tentang Bhineka Tunggal Ika karena mereka menyadari bahwa Indonesia memiliki beragam suku, agama dan kebudayaan yang bersatu dalam NKRI. Lalu prinsip Pancasila diturunkan dalam bentuk norma hukum berupa UUD 1945 dan berbagai Perpu.
Kemejemukan masyarakat Indonesia dilain sisi juga menimbulkan ancaman terhadap kesatuan bangsa. Konflik-konflik sosial yang muncul lebih disebabkan karena sentiment keagamaan dan sentiment kesukuan, misalnya kasus yang terjadi di Ambon. Dalam penyelesaiannya diperlukan peranan pemerintah dalam hal ini sebagai wasit sehingga integrasi yang tumbuh diatas landasan coercion (paksaan). Dilain pihak integrasi timbul karena kesepakatan terhadap nilai-nilai yang fundamental, misalnya Pancasila, bhineka tunggal ika, UUD 1945 dan sebagainya.
Struktur sosial adalah suatu bangunan sosial yang terdiri dari berbagai unsur pembentuk masyarakat. Unsur-unsur tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain dan fungsional. Artinya kalau terjadi perubahan salah satu unsur, unsur yang lain akan mengalami perubahan juga. Unsur pembentuk masyarakat dapat berupa manusia atau individu yang ada sebagai anggota masyarakat, tempat tinggal atau suatu lingkungan kawasan yang menjadi tempat dimana masyarakat itu berada dan juga kebudayaan serta nilai dan norma yang mengatur kehidupan bersama tersebut. Tiap unsur tersebut akan membentuk sistem atau pola hubungan yang menjadi roh dari struktur tersebut sekaligus menunjukan dinamika sosial yang terjadi didalamnya. Hubungan antar individu menghasilakan pola-pola hubungan yang ada, dalam bentuk status dan peran masing-masing. Hubungan anatara individu dan kelompok akan memunculkan proses sosialisasi dan juga pola interaksi yang ada. Sementara hubungan antara manusia dengan lingkungannya akan menimbulkan kebudayaan baik yang bersifat material maupun kebudayaan material. Pola hubungan-hubungan yang terjdi dari berbagai unsure kehidupan masyarakat ini akan menjadi ciri dari masyarakat mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan masyarakat lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar