Kamis, 18 November 2010

Data Astronomis Waktu-Waktu Shalat

Data Astronomis Waktu-Waktu Shalat

Firman Allah S.w.t;
(إن الصلاة كانت على المؤمنين كتابا موقوتا

Artinya: "Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang beriman". (QS. An Nisa': 103)

Firman Allah S.w.t.;

أقم الصلاة لدلوك الشمس إلى غسق الليل وقرآن الفجر إن قرآن الفجر كان مشهودا

Artinya: "Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh Malaikat)" (QS.Al Isra': 78)


Hadits Nabi S.a.w.;

وقت الظهر إذا زالت الشمس وكان ظل الرجل كطوله ما لم يحضر وقت العصر , ووقت العصر ما لم تصفر الشمس , ووقت صلاة المغرب ما لم يغب الشفق , ووقت صلاة العشاء إلى نصف الليل الأوسط , ووقت صلاة الصبح من طلوع الفجر ما لم تطلع الشمس.

Tiga dalil di atas menyatakan bahwa waktu shalat punya limit dan ketentuan (awal dan akhir) dalam prakteknya, yang berarti shalat tidak bisa dilakukan dalam sembarang waktu, tetapi harus mengikuti atau berdasarkan dalil-dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadis terkait. Persoalannya adalah, baik Al Qur'an maupun Hadits tidak memberi limit pasti awal dan akhir waktu-waktu shalat tersebut, yang ada hanyalah "kitaban mauquta" (waktu yang sudah ditentukan) tanpa ada penjelasan rinci dan mate-matis terhadap kalimat tersebut. Hal ini membawa konsekuensi pada beragamnya penafsiran terhadap penetapan awal dan akhir waktu-waktu tersebut.

Terlihat, dibuku-buku fikih klasik sampai kontemporer senantiasa memuat bab khusus yang membicarakan waktu-waktu shalat, yang biasanya dengan judul "bab mawaqit as shalah". Di bab tersebut pedebatan ulama cukup ramai dalam menanggapi dalil-dalil waktu shalat tersebut.

Dari dalil-dalil diatas, memberi isyarat bahwa pada dasarnya fenomena yang dikemukakan dalil-dalil tersebut dapat diterjemahkan dengan ilmu pengetahuan. Hadits riwayat Abdullah bin Umar diatas secara jelas mengaitkan waktu shalat tersebut dengan pergerakan matahari. Firman Allah QS. Al Isra' : 78 diatas, kata "duluk as syams" secara Astronomi berarti Aberasi (inhiraf) kearah barat dari garis meridian yang menandai sampainya pusat lengkung matahari ke garis meridian.

Dalam penentuan jadwal/waktu shalat, data astronomi terpenting adalah posisi matahari dalam koordinat horizon, terutama ketinggian, jarak zenit, awal fajar, matahari terbit, kulminasi, matahari terbenam dan akhir senja. Dalam hal ini Ilmu Falak berperan menafsirkan fenomena yang disebutkan dalil al-Qur'an dan Hadits di atas, dan ter-aplikasikan dalam bentuk rumus mate-matis. Dalam penetapan jadwal/waktu-waktu shalat, secara umum masyarakat telah sepakat menerima data Astronomi (baca: perhitungan) sebagai acuan.

Akibat pergerakan semu matahari 23,5° ke utara dan 23,5° ke selatan selama periode satu tahun, waktu-waktu tersebut bergeser dari hari kehari. Akibatnya waktu shalat setiap hari atau setidak-tidaknya dalam beberapa hari juga mengalami perubahan.


Waktu Zuhur

Waktu Zuhur adalah sejak matahari meninggalkan meridian (gelincir matahari) , biasanya diambil sekitar 2 menit setelah tengah hari, dan berakhir hingga panjang bayangan dari sebuah benda lebih panjang dari obyek sebenarnya. Untuk keperluan praktis, waktu tengah hari cukup diambil waktu tengah antara matahari terbit dan terbenam.


Waktu Asar

Dalam penentuan waktu Asar, terdapat sedikit perdebatan, karena fenomena yang dijadikan dasar ada dua kemungkinan. Hadits di atas menyebutkan bahwa shalat Asar ketika panjang bayang suatu benda sama dengan tinggi benda sebenarnya (hyna kana kullu syay'in mitsluhu), namun dalam kesempatan lain disebutkan, Nabi S.a.w. pernah diajak shalat dua kali oleh Jibril a.s., kali pertama Nabi S.a.w. dan Jibril a.s. shalat Asar ketika panjang suatu benda sama panjang, kali kedua ketika panjang suatu benda dua kali tinggi benda sebenarnya (hyna kana zhillu kullu syay'in mitslayhi).

Dengan demikian setidaknya ada dua pendapat dalam penentuan waktu Ashar dikalangan Ulama, Jumhur (Syafi'iyah, Malikiyah, Hanabilah) berprinsip bahwa waktu Asar dimulai setelah panjang bayangan satu kali lebih panjang dari panjang bendanya, sementara itu Hanafiyah memegang prinsip bahwa waktu Asar dimulai setelah panjang bayangan dua kali panjang asli bendanya. Pendapat ini (Hanafiyah) beralasan dan dimaksudkan untuk mengatasi masalah panjang bayangan pada musim dingin (seperti dibeberapa negara Eropa dan Afrika), sebab pada musim dingin hal itu bisa dicapai pada waktu Zuhur. Meskipun waktu Asar sangat pendek dan mendekati waktu Magrib, namun tergolong ihtiyath, dan perbedaan dua kondisi di atas membawa konsekuensi pada perbedaan perhitungan (rumus) yang digunakan.
Namun secara zhahir-astronomis lebih tepat setelah panjang bayangan satu kali panjang benda sebenarnya (Jumhur), karena kondisi ini hampir tepat dipertengahan antara tengah hari (Zhuhur) dan awal malam (Maghrib). Hal ini diperkuat dengan ungkapan 'shalat pertengahan' dalam QS. Al Baqarah : 238 yang ditafsirkan oleh banyak mufassir sebagai shalat Asar. Wallah al a'lam


Waktu Magrib

Waktu Maghrib, berarti saat terbenamnya matahari sampai hilangnya cahaya merah di langit barat. Matahari terbit atau berbenam didefinisikan secara astronomi bila jarak zenith z = 90° 50' (The Astronomical Almanac) atau z = 91o bila memasukkan koreksi kerendahan ufuk akibat ketinggian pengamat 30 meter dari permukaan tanah. Untuk penentuan waktu shalat Magrib, saat matahari terbenam biasanya ditambah 2 menit karena ada larangan melakukan shalat tepat saat matahari terbit, terbenam, atau kulminasi atas.


Waktu Isya'

Waktu Isya' ditandai dengan mulai memudarnya cahaya merah di ufuk barat, yaitu tanda masuknya gelap malam (QS. Al Isra' : 78). Dalam astronomi hal itu dikenal sebagai akhir senja astronomi (astronomical twilight) yaitu bila jarak zenit matahari z = 108o. Pada saat itu matahari berkedudukan 18 derajat di bawah ufuk (horizon) sebelah barat.


Waktu Shubuh

Hadits di atas menyebutkan bahwa waktu Subuh adalah sejak terbit fajar shidiq (fajar sebenar) hingga terbitnya matahari. Secara astronomis, fajar shidiq dipahami sebagai awal fajar astronomi (astronomical twilight), yaitu semenjak munculnya cahaya di ufuk timur menjelang terbit matahari kira-kira 18° di bawah horizon (jarak zenit z =110 o).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar